Pra-SAGKI 2025 - Uskup Rubiyatmoko Bongkar 6 Tantangan Gereja di Tengah Dunia yang Berubah
Katolik Terkini - Menjelang Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia atau SAGKI 2025, Uskup Agung Keuskupan Agung Semarang sekaligus Wakil Ketua II Konferensi Waligereja Indonesia, Mgr. Robertus Rubiyatmoko, memaparkan sejumlah tantangan eksternal yang dihadapi Gereja di tengah dinamika masyarakat modern.
Pernyataan ini disampaikan dalam konferensi pers yang digelar di Mercure Convention Center Ancol, Jakarta pada Selasa (4/11/2025).
Mgr. Rubiyatmoko menegaskan bahwa Gereja harus menghadapi berbagai pergumulan yang menuntut keterlibatan pastoral secara nyata. Enam tantangan utama yang diidentifikasi antara lain:
Pertama, pluralitas agama dan budaya, yang menjadi kesempatan sekaligus tantangan. Gereja perlu menanggapi dengan dialog yang terbuka, kesaksian hidup, serta kehadiran yang rendah hati dan bersaudara.
Kedua, kesulitan pendirian rumah ibadah di beberapa wilayah, yang menuntut Gereja membangun relasi sosial yang baik, tetap menjunjung hukum, dan memperjuangkan keadilan.
Ketiga, kesenjangan ekonomi dan kemiskinan struktural, khususnya di daerah terpencil maupun perkotaan. Gereja dipanggil menjadi suara bagi mereka yang kecil, miskin, dan terpinggirkan.
Keempat, fenomena migrasi dan kerentanan umat migran, termasuk isu pekerja migran, human trafficking, dan eksploitasi, yang membutuhkan advokasi nyata dari Gereja.
Kelima, ancaman ekologis, seperti deforestasi, aktivitas tambang, perkebunan sawit, dan kerusakan lingkungan. Gereja mendengar jeritan bumi dan mereka yang terdampak, sesuai semangat ensiklik Laudato Si’.
Keenam, perubahan budaya digital dan arus informasi masif, yang menantang pembinaan iman, moralitas, dan karakter umat, namun juga membuka ladang misi baru bagi Gereja.
Di tengah tantangan tersebut, Gereja dipanggil bersikap profetik: memberi kesaksian, merawat kebhinnekaan, membangun jembatan perdamaian, dan menghadirkan kasih Kristus bagi mereka yang terluka dan tersisih.
Gereja Sinodal: Komunitas Pengharapan
Mgr. Rubiyatmoko menambahkan, dari semua proses pra-SAGKI, terungkap satu panggilan fundamental: Gereja Indonesia memilih menjadi Gereja yang berjalan bersama. “Gereja mendengar lebih dahulu sebelum berbicara; merangkul dan merawat sebelum mengajar; hadir dalam solidaritas sebelum mengambil langkah aksi,” ujarnya.
Orientasi nyata menuju Gereja yang semakin misioner dan relevan mencakup penguatan komunitas basis, digitalisasi pastoral, pendampingan keluarga, pemberdayaan ekonomi umat, peningkatan formasi pastoral, keterlibatan Orang Muda Katolik (OMK) dan kaum perempuan, serta kolaborasi lintas agama dan institusi.
Gereja ingin hadir sebagai sahabat masyarakat, menjadi tanda pengharapan, garam dan terang bagi bangsa, serta saudara bagi mereka yang terpinggirkan. Dengan semangat sinodalitas, Gereja Indonesia melangkah sebagai peziarah pengharapan: setia pada Injil, bersaudara dengan semua orang, dan bekerja menghadirkan damai, keadilan, serta martabat bagi setiap anak bangsa.
Dalam karya Roh Kudus, Gereja percaya Indonesia adalah tanah rahmat, tempat iman terus bertumbuh, budaya dihormati, kemanusiaan dimuliakan, dan kasih Kristus menjadi cahaya bagi kehidupan bersama.(AD)
.png)
Posting Komentar