Hari Ketiga SAGKI 2025: Gereja Didorong Hadir di Tengah Bangsa, Menabur Harapan di Tengah Perubahan
Katolik Terkini - Hari ketiga sesi pertama Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) 2025 menghadirkan tiga narasumber lintas bidang yang mengajak seluruh peserta merefleksikan arah perjalanan Gereja dan bangsa.
Mereka adalah Mgr. Adrianus Sunarko, OFM (Uskup Pangkalpinang), Dr. Agustinus Prasetyantoko (Ico) (ekonom dan mantan Rektor Unika Atma Jaya), serta Yunarto Wijaya (Direktur Eksekutif Carta Politika).
Dalam refleksi yang dipandu suasana sinodalitas, ketiganya menyoroti dinamika kehidupan Gereja dan masyarakat dari tiga perspektif: iman, ekonomi, dan politik.
Mgr. Adrianus Sunarko, OFM, menegaskan bahwa Gereja sinodal bukan sekadar tema atau metode, melainkan cara hidup umat Allah yang berjalan bersama dalam komunio dan misi.
Ia mengajak umat untuk memperkuat partisipasi, keterbukaan terhadap bimbingan Roh Kudus, serta menghidupi nilai transparansi dan akuntabilitas.
Dengan begitu, Gereja dapat sungguh menjadi suara kenabian yang membawa harapan dan rekonsiliasi di tengah bangsa.
Sementara itu, Dr. Agustinus Prasetyantoko menyoroti tantangan ekonomi Indonesia dari sisi keadilan sosial. Ia mengutip ekonom peraih Nobel, Amartya Sen, bahwa “tidak ada kemakmuran tanpa keadilan.”
Menurutnya, Gereja dapat berperan besar melalui pendidikan sosial dan pembentukan etika publik yang menumbuhkan solidaritas, tanggung jawab bersama, serta keberpihakan kepada kaum kecil dan tersingkir.
Dari perspektif politik, Yunarto Wijaya mengingatkan pentingnya menjaga rasionalitas dan kewarasan demokrasi di tengah cepatnya perubahan dan maraknya disinformasi. Ia menegaskan bahwa partisipasi warga adalah kekuatan moral bangsa.
Karena itu, generasi muda perlu dibekali pendidikan kritis agar mampu menjaga nilai-nilai keadilan, kemanusiaan, dan kebangsaan dalam kehidupan publik.
Ketiganya sepakat bahwa Gereja harus hadir di tengah masyarakat, membaca tanda-tanda zaman, dan menjadi penabur harapan bagi bangsa Indonesia.
Hadir di Tengah Masyarakat
Pada sesi kedua, semangat “Gereja yang hadir dan berjalan bersama” semakin diperkaya melalui sesi sharing pengalaman hidup dari empat tokoh perwakilan kelompok masyarakat.
Mereka adalah Prof. Tri Budi Raharjo, dokter spesialis gerontologi; Sunarman Sukamto, penyandang disabilitas yang aktif menggerakkan komunitas difabel; Monika Bataona, perwakilan Orang Muda Katolik (OMK); dan Wima Chrisyanti, aktivis lingkungan.
Sesi yang dimoderatori oleh Romo Yus Ardianto ini mengangkat kisah nyata bagaimana mereka berusaha menjadi saksi iman melalui karya nyata di keluarga, masyarakat, dan lingkungan hidup.
Prof. Tri Budi Raharjo berbagi pengalamannya mengabdikan diri untuk meningkatkan kualitas hidup para lansia, termasuk di lingkungan Gereja Katolik, agar para orang tua dapat tetap dihargai dan diberdayakan.
Sementara Sunarman Sukamto menuturkan perjuangannya sebagai difabel untuk hidup mandiri dan percaya diri, serta menginspirasi banyak orang agar tidak menyerah pada keterbatasan.
Wima Chrisyanti menegaskan bahwa keterlibatan aktif di masyarakat, meski terkadang lebih terasa di luar Gereja, tetap merupakan bentuk kesaksian iman di dunia nyata. “Yang penting, kita tetap membawa semangat Kristus di mana pun kita berada,” ujarnya.
Melalui pengalaman keempat narasumber tersebut, SAGKI 2025 meneguhkan bahwa setiap orang, dengan segala keterbatasan dan keunikannya, dipanggil untuk hadir, berjalan bersama, dan berbuat sesuatu yang nyata bagi sesama.
Gereja Menegaskan Komitmen Sinodal dan Sosial
Menutup hari ketiga, refleksi bersama ini mempertegas arah Gereja Katolik Indonesia dalam perjalanan menuju masa depan: Gereja yang berjalan bersama bangsa, menebarkan kasih, dan memperjuangkan keadilan sosial.
Melalui SAGKI 2025, Gereja menegaskan kembali komitmennya untuk menghadirkan wajah Allah yang penuh belas kasih, serta menumbuhkan kehidupan sosial yang adil, terbuka, dan berkeadaban di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk.(AD)
Posting Komentar