Buah Sulung Panggilan di Tanah Cinta: Tahbisan Imam Perdana Keuskupan Labuan Bajo
Katolik Terkini - Sukacita besar menyelimuti umat Katolik di Keuskupan Labuan Bajo ketika Uskup Labuan Bajo, Mgr. Maksimus Regus, Pr., memimpin tahbisan imam perdana sejak ia ditahbiskan sebagai gembala keuskupan.
Momen istimewa yang berlangsung pada Jumat, 24 Oktober 2025 di Gereja Katedral Labuan Bajo ini menjadi catatan sejarah baru dalam perjalanan Gereja lokal di ujung barat Pulau Flores.
Sebelum perayaan tahbisan dimulai, suasana kota Labuan Bajo dipenuhi antusiasme umat. Diakon Yohanes Yudir, calon imam yang akan ditahbiskan, diarak keliling kota dengan penuh sukacita. Arak-arakan dimulai dari rumah keuskupan, diiringi lagu adat Manggarai, doa bersama, serta partisipasi umat dari berbagai stasi dan paroki.
“Kami merasa bangga dan bersyukur, karena dari tanah ini Tuhan memanggil anak-Nya menjadi imam,” ujar seorang umat dengan mata berkaca-kaca di tengah prosesi yang berlangsung meriah.
Tradisi arak-arakan ini menjadi lambang persaudaraan dan semangat iman umat Katolik di Labuan Bajo, sebuah ungkapan syukur atas berkat panggilan Tuhan di tengah komunitas lokal.
Momen Bersejarah Bagi Keuskupan Muda
Perayaan Ekaristi tahbisan berlangsung khidmat dan penuh haru. Ribuan umat, para imam konselebran, serta biarawan-biarawati memenuhi Gereja Katedral. Dalam suasana doa dan nyanyian syukur, Yohanes Yudir resmi menerima rahmat tahbisan imamat. Tangis bahagia dan tepuk tangan menggema, menandai lahirnya gembala baru bagi Gereja Labuan Bajo.
Tahbisan ini menjadi yang pertama dipimpin langsung oleh Mgr. Maksimus Regus sejak ia ditahbiskan sebagai Uskup Labuan Bajo, sekaligus menjadi buah sulung panggilan imam dari keuskupan yang baru akan genap berusia setahun pada pekan depan.
“Untuk pertama kalinya, di tanah yang indah ini, kita menyaksikan kelahiran seorang imam baru, buah sulung dari perjalanan iman umat yang telah lama menabur benih, menanti, dan berdoa,” ungkap Mgr. Maksimus dalam homilinya.
Makna Iman: Dari Panggilan Hingga Penyertaan
Dalam khotbahnya yang mendalam, Uskup Labuan Bajo mengajak umat untuk merenungkan tiga dimensi panggilan imamat, yakni panggilan, penyangkalan, dan penyertaan.
Pertama, panggilan: dari ketakutan menuju keberanian.
Mgr. Maksimus mengutip kisah Nabi Yeremia yang merasa tidak layak menjadi utusan Tuhan. “Panggilan bukanlah hasil usaha manusia, tetapi inisiatif kasih Allah,” tegasnya.
Ia menambahkan, di tengah panorama indah Labuan Bajo, Tuhan memanggil para imam untuk menjaga ciptaan yang terluka, melayani bukan hanya manusia, tetapi juga bumi dan laut yang menjadi rumah bersama.
“Labuan Bajo bukan hanya taman wisata dunia, tetapi taman misi Allah,” ujarnya menegaskan.
Kedua, penyangkalan: dari kekaguman menuju kesetiaan.
Menjadi imam bukanlah jalan menuju kehormatan, melainkan kesetiaan pada salib Kristus. “Yesus bukan contoh kesuksesan duniawi, tetapi contoh kasih yang rela berkorban. Itulah paradoks salib,” jelasnya.
Di tengah kemegahan pariwisata, imam dipanggil untuk menjadi wajah Kristus yang sederhana dan penuh kasih.
Ketiga, penyertaan: dari kesendirian menuju persekutuan.
Uskup mengingatkan bahwa seorang imam tidak pernah berjalan sendirian. “Dalam keheningan dan penderitaan, Allah selalu menyertai. Dan penyertaan itu juga hadir melalui umat, keluarga, dan komunitas yang mendukung,” katanya.
Ia menegaskan pentingnya hidup sinodal, di mana imam berjalan bersama umat, terutama dalam keberpihakan kepada yang kecil dan perlindungan terhadap alam ciptaan.
Pesan Pastoral: Imam Sebagai Pelayan Kasih
Menutup homilinya, Mgr. Maksimus menegaskan makna imamat sebagai pelayanan kasih dan kesetiaan pada doa.
“Imam bukanlah pemilik altar, melainkan pelayan kasih. Kalian ditahbiskan untuk menjadi tanda kehadiran Kristus di tengah umat yang membutuhkan pengharapan,” pesannya.
Ia juga berpesan agar para imam selalu dekat dengan umat kecil dan menjalankan pelayanan tanpa pamrih, karena imamat sejati lahir dari hati yang rendah dan rela berkorban.
Sukacita dan Harapan Umat
Bagi umat Keuskupan Labuan Bajo, tahbisan ini bukan sekadar seremoni, melainkan peristiwa iman yang membangkitkan harapan baru. Banyak umat menilai, tahbisan ini merupakan buah dari doa dan kerja keras panjang dalam menumbuhkan benih panggilan di wilayah keuskupan muda tersebut.
Imam baru, Yohanes Yudir, menyampaikan rasa syukur mendalam atas rahmat imamat yang diterimanya.
“Saya hanya ingin melayani dengan hati yang tulus, terutama bagi umat sederhana di tempat-tempat terpencil,” ungkapnya penuh haru.
Dengan tangan sang Uskup, Yohanes kini diutus untuk menjadi saksi kasih Kristus di seluruh penjuru Keuskupan Labuan Bajo.
Mgr. Maksimus menutup perayaan dengan pesan penuh makna, “Tahbisan ini adalah berkat bagi kita semua. Mari kita dukung dan doakan imam-imam kita agar tetap setia dalam panggilan mereka.”
Lahirnya Harapan Baru di Tanah Indah
Perayaan tahbisan imam perdana ini menjadi simbol kebangkitan rohani Gereja lokal yang muda dan penuh semangat. Di tanah Labuan Bajo yang indah, Gereja menanam harapan baru: bahwa dari tempat ini, akan tumbuh semakin banyak pelayan Tuhan yang membawa terang bagi dunia.
“Panggilan adalah anugerah, penyangkalan adalah jalan, dan penyertaan adalah jaminan kasih Allah yang tak berkesudahan,” demikian pesan Uskup Maksimus, sebuah kalimat yang menggema dalam hati umat, meninggalkan jejak iman yang dalam di ujung barat Pulau Flores.(AD)
Oleh: Komsos Keuskupan labuan Bajo

Posting Komentar