Dari 1947 hingga 2025: Persahabatan Indonesia–Takhta Suci yang Tak Lekang Waktu
Katolik Terkini - Hubungan diplomatik antara Republik Indonesia dan Takhta Suci memasuki usia 75 tahun. Sebagai ungkapan syukur, Misa peringatan khusus dipimpin oleh Secretary of State Holy See of His Holiness, Kardinal Pietro Parolin, di Basilika Santo Petrus, Vatikan, pada Selasa (30/9/2025) petang.
Misa ini menjadi yang pertama kali digelar di Basilika Santo Petrus untuk memperingati hubungan diplomatik kedua negara.
Lebih dari 300 orang hadir dalam perayaan tersebut, terdiri dari anggota korps diplomatik negara sahabat yang diakreditasi di Takhta Suci, komunitas Katolik Indonesia di Roma, para biarawan-biarawati, serta peziarah. Kardinal Parolin memimpin perayaan Ekaristi didampingi 50 imam.
Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika Jadi Sorotan
Dalam khotbahnya, Kardinal Parolin menekankan pentingnya nilai-nilai Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Menurutnya, semangat itu selaras dengan nilai-nilai Kristiani: kebaikan hati, penghargaan terhadap kehidupan, kesejahteraan umum, solidaritas, subsidiaritas, penolakan kekerasan, persaudaraan semesta, serta penghormatan terhadap hak asasi manusia.
“Komunitas Katolik di Indonesia sungguh Katolik, sekaligus sungguh setia pada tanah airnya,” ujar Parolin.
Ia mengingatkan kembali pengakuan Paus terhadap Indonesia sebagai bangsa besar yang berani memerdekakan diri pada 1945, yang kemudian mendorong Takhta Suci menjalin hubungan diplomatik resmi pada 13 Maret 1950.
Kardinal Parolin juga menyinggung kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia pada 2024. Paus, katanya, memuji Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai contoh keberhasilan dalam membangun harmoni antaragama meski masih ada tantangan.
Apresiasi Indonesia terhadap Takhta Suci
Duta Besar LBBP RI untuk Takhta Suci, Mikhael Trias Kuncahyono, dalam sambutannya menyampaikan rasa terima kasih atas pengakuan Takhta Suci terhadap kemerdekaan Indonesia sejak 1947. Vatikan adalah negara Eropa pertama yang mengakui Indonesia.
“Pengakuan ini bukan hanya peristiwa diplomatik, melainkan simbol penghargaan yang menjadi dasar hubungan kedua negara, dibangun atas saling menghormati, dialog, dan nilai kemanusiaan bersama,” ujar Dubes Trias.
Ia menegaskan pentingnya diplomasi moral dan kemanusiaan yang selama ini dipegang Takhta Suci, terutama di tengah praktik diplomasi modern yang sering hanya mengejar kepentingan nasional semata.
Kesamaan Sikap di Panggung Internasional
Indonesia dan Vatikan kerap menunjukkan keselarasan sikap terhadap isu-isu global. Keduanya mendukung perdamaian dunia, hak asasi manusia, hak perempuan dan anak, serta upaya menjaga lingkungan hidup, ketahanan pangan, dan ketahanan air.
Dalam konflik Israel–Palestina, kedua negara sepakat bahwa solusi dua negara (two-state solution) adalah jalan yang adil dan masuk akal.
Demikian pula terhadap perang Rusia–Ukraina, Indonesia dan Takhta Suci terus mendorong jalur damai. Keduanya juga konsisten mempromosikan dialog antaragama untuk membangun pemahaman lintas iman.
Jejak Sejarah dan Perkembangan Hubungan
Sejarah hubungan diplomatik Indonesia–Takhta Suci dimulai dengan pengakuan Paus Pius XII terhadap kedaulatan Indonesia pada 6 Juli 1947. Atas dorongan Uskup Agung Semarang, Mgr Albertus Sugiyapranata Pr, Vatikan menunjuk Mgr George de Jonghe d’Ardoye sebagai Apostolic Delegate untuk Indonesia.
Pada 16 Maret 1950, Takhta Suci mendirikan Apostolic Internunsiature di Jakarta, sekaligus mengangkat Mgr d’Ardoye sebagai Internunsio Apostolik. Tak lama kemudian, utusan Indonesia, Sukardjo Wirjopranoto, menyerahkan surat kepercayaan kepada Paus Pius XII di Vatikan.
Seiring berjalannya waktu, hubungan bilateral ini semakin erat. Tiga Paus telah melakukan kunjungan apostolik ke Indonesia: Paus Paulus VI (1970), Yohanes Paulus II (1989), dan Paus Fransiskus (2024).
Dari pihak Indonesia, empat presiden telah berkunjung ke Vatikan: Soekarno, Soeharto, Abdurrahman Wahid, dan Megawati Soekarnoputri.
Kini, tercatat 1.818 biarawan dan biarawati asal Indonesia berkarya di Italia dalam berbagai bidang pelayanan, menunjukkan semakin kuatnya ikatan spiritual dan kultural kedua negara.
Harapan ke Depan
Kardinal Parolin menutup khotbahnya dengan doa agar hubungan diplomatik Indonesia dan Takhta Suci terus berbuah, memberikan manfaat nyata bagi perdamaian dunia.
Hubungan yang telah terjalin 75 tahun ini, menurut para pemimpin kedua negara, bukan hanya simbol kerja sama diplomatik, tetapi juga wujud komitmen bersama untuk menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, kerukunan antaragama, dan kepedulian terhadap lingkungan hidup. (AD)
Posting Komentar