Kekerasan Brutal terhadap ART di Batam, FPD NTT Desak Penegakan Hukum Tanpa Ampun
Katolik Terkini - Forum Perempuan Diaspora Nusa Tenggara Timur (FPD NTT) mengutuk keras tindakan kekerasan tidak manusiawi yang dialami oleh Intan, seorang Asisten Rumah Tangga (ART) asal Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur, yang bekerja di kawasan elit Sukajadi, Batam.
Korban diduga mengalami kekerasan fisik dan psikis berat oleh majikannya, seorang perempuan bernama Roslina. Kekerasan tersebut berlangsung selama setahun dan mencapai puncaknya dalam dua hari terakhir.
Ketua Umum FPD NTT, Sere Aba, menyampaikan keprihatinan mendalam atas kejadian tersebut dan menuntut agar proses hukum dilakukan secara adil dan tegas.
“Ini adalah tindakan biadab yang melukai rasa kemanusiaan kita semua. Intan merantau ribuan kilometer dari Sumba bukan untuk disiksa, melainkan untuk bekerja demi menopang ekonomi keluarganya. Luka fisik dan trauma yang diderita Intan adalah luka bagi seluruh perempuan NTT di perantauan. Kami tidak akan tinggal diam,” tegasnya.
Pukulan, Tendangan, dan Hinaan: Kekerasan Berlapis
Anggraini, kakak korban, menceritakan betapa tragis nasib adiknya yang tidak hanya disiksa secara fisik, tetapi juga mendapatkan penghinaan verbal yang sangat merendahkan martabat.
“Adik saya dipukul pakai sapu bahkan obeng, ditendang di kepala, di buah dada, serta di wajah hingga kemaluannya juga mendapatkan pukulan. Dia juga dipanggil dengan kata-kata kotor: anjing, babi, lonte. Hati saya hancur membayangkannya,” ujar Anggraini sambil menahan tangis, pada Minggu (22/6/2025).
Intan juga dilaporkan diisolasi dari dunia luar—ponselnya disita, dan ia tidak memiliki akses untuk meminta bantuan. Kasus ini terungkap setelah Intan berhasil meminjam ponsel tetangga untuk menghubungi keluarganya.
Ditemukan Penuh Luka dan Trauma Berat
Setibanya di lokasi, keluarga Intan sempat dihalangi untuk masuk ke rumah. Namun setelah memaksa masuk, mereka menemukan korban dalam kondisi mengenaskan, tubuh penuh luka lebam dan kondisi psikologis yang sangat terguncang.
Korban langsung dilarikan ke Rumah Sakit Elizabeth, Kota Batam, untuk penanganan medis intensif.
FPD NTT Tuntut Keadilan dan Dorong Pengesahan RUU PPRT
Menanggapi kasus ini, FPD NTT menyampaikan sejumlah tuntutan tegas:
- Aparat Penegak Hukum: Mendesak Kepolisian dan Kejaksaan untuk mengusut tuntas kasus ini secara profesional dan transparan. Pelaku harus dijerat dengan pasal berlapis, termasuk KUHP tentang penganiayaan dan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).
- Keadilan Maksimal: Pelaku kekerasan terhadap Intan harus mendapatkan hukuman setimpal sebagai bentuk efek jera dan penegakan hukum yang tegas.
- Pemulihan Total Korban: Negara wajib menanggung seluruh biaya pengobatan dan memberikan pendampingan psikologis serta hukum bagi Intan sampai pulih secara menyeluruh.
- Perlindungan PRT:Mendesak pemerintah dan DPR RI segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang telah tertunda selama puluhan tahun.
Tragedi Intan, Cermin Kerapuhan Perlindungan PRT
Menurut Sere Aba, tragedi ini menunjukkan rapuhnya sistem perlindungan negara terhadap pekerja rumah tangga, kelompok yang sangat rentan terhadap eksploitasi.
“Kasus ini adalah pengingat keras bahwa di balik pintu rumah, banyak PRT menjadi korban kekerasan yang tak terdengar. Negara harus hadir, bukan hanya saat viral, tapi dengan regulasi yang melindungi secara nyata,” tandas Sere.
FPD NTT menyatakan akan mengawal kasus ini hingga pelaku dihukum seadil-adilnya. Mereka juga menyerukan agar kasus Intan tidak berhenti menjadi berita harian, melainkan menjadi titik balik dalam perjuangan perlindungan bagi PRT di Indonesia.
“Satu-satunya yang bisa menyembuhkan luka Intan adalah keadilan. Dan bagi kami, keadilan untuk Intan adalah harga mati,” pungkas keluarga korban. (AD)
Posting Komentar