Mengenal Proses Pemilihan Paus: Dari Sede Vacante hingga 'Habemus Papam'
Katolik Terkini - Kematian seorang Paus adalah peristiwa penting yang memicu rangkaian tradisi di Vatikan, mulai dari pemakaman hingga dimulainya konklaf untuk memilih penggantinya. Salah satu momen kunci dalam Gereja Katolik adalah masa Sede Vacante atau "Tahta Kosong," yaitu periode ketika Tahta Apostolik kosong setelah wafatnya seorang Paus.
Tulsan ini akan membahas tentang apa yang terjadi selama masa Sede Vacante, termasuk perubahan yang diperkenalkan oleh Konstitusi Apostolik Universi Dominici Gregis, serta prosedur pemilihan Paus yang berlaku.
Apa Itu Sede Vacante?
Sede Vacante, yang secara harfiah berarti "tahta kosong," merujuk pada periode ketika Takhta Apostolik, yang dipimpin oleh Paus, kosong. Ini terjadi ketika Paus wafat atau mengundurkan diri dengan sah.
Dalam masa ini, Gereja Katolik tidak memiliki Paus yang secara langsung memimpin, sehingga berbagai prosedur dan norma tertentu diikuti untuk memastikan kelangsungan pemerintahan gereja dan persiapan pemilihan Paus yang baru.
Situasi ini dijelaskan dalam Kitab Hukum Kanonik, kanon 335, yang menyatakan bahwa selama Tahta Roma kosong, tidak boleh ada inovasi dalam pemerintahan Gereja, dan harus diikuti undang-undang khusus untuk keadaan tersebut.
Sejarah dan Asal-Usul Sede Vacante
Sejak awal sejarah Gereja, masa kekosongan takhta telah menjadi momen yang sangat menentukan. Pada abad-abad awal, setelah wafatnya Paus, umat beriman di Roma, bersama para imam dan uskup terdekat, akan berkumpul untuk memilih pengganti Paus. Seiring waktu, proses ini diambil alih oleh para Kardinal.
Periode kekosongan takhta terkadang sangat lama, seperti setelah wafatnya Paus Klemens IV pada tahun 1268, yang mana pemilihan penggantinya baru selesai tiga tahun kemudian. Hal ini mendorong pembentukan aturan yang lebih ketat terkait proses Konklaf.
Proses Pemilihan Paus di Masa Sede Vacante
Selama masa Sede Vacante, pemerintahan Gereja dijalankan oleh Kolegiun Kardinal, yang tidak memiliki kuasa legislatif atau eksekutif seperti Paus. Mereka hanya menangani urusan rutin dan mempersiapkan pemilihan Paus yang baru.
Kardinal Kamerlengo, atau Camarlengo, memiliki peran utama dalam mengelola urusan praktis selama periode ini, termasuk memastikan wafatnya Paus secara resmi dan mengelola keuangan dan seluruh yang ada di Takhta Suci.
Perubahan yang Diperkenalkan oleh Universi Dominici Gregis (1996)
Pada tahun 1996, Paus Yohanes Paulus II memperkenalkan Konstitusi Apostolik Universi Dominici Gregis untuk merevisi norma-norma yang mengatur proses suksesi apostolik di Tahta Santo Petrus.
Konstitusi ini, yang diumumkan pada Hari Raya Takhta Santo Petrus 22 Februari 1996, menegaskan kembali beberapa tradisi dan memperkenalkan perubahan baru yang menyesuaikan dengan zaman modern.
Dokumen ini terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama mengatur masa kekosongan Tahta Apostolik atau Sede Vacante. Bagian kedua menjelaskan prosedur persiapan dan pelaksanaan pemilihan Paus.
Paus Yohanes Paulus II menegaskan bahwa meskipun perubahan dilakukan, norma-norma yang ada tetap memperhatikan tradisi dan hukum kanonik yang ada.
Kolegium Kardinal dan Konklaf
Kolegium Kardinal bertanggung jawab penuh untuk memilih Paus baru. Mereka terdiri dari Kardinal dari berbagai belahan dunia yang memiliki tugas untuk memilih pengganti Paus.
Meskipun Universi Dominici Gregis membatasi jumlah Kardinal pemilih hingga 120, pada 21 April 2025, terdapat 135 Kardinal Pemilih, dengan 108 di antaranya diangkat oleh Paus Fransiskus.
Konklaf, yang merupakan lembaga kuno yang telah lama ada, tetap menjadi tempat pemilihan Paus yang baru. Semua proses pemilihan berlangsung secara eksklusif di Kapel Sistina di Istana Apostolik, sebuah tempat yang dianggap suci untuk mengadakan pemilihan Paus.
Tiga Perubahan Utama yang Diperkenalkan oleh Universi Dominici Gregis
1. Kardinal Pemilih Tinggal di Domus Sanctae Marthae
Para Kardinal yang terlibat dalam pemilihan Paus tinggal di Domus Sanctae Marthae di Kota Vatikan selama proses konklaf berlangsung, menggantikan tradisi sebelumnya di mana para kardinal harus tinggal di Kapel Sistina.
2. Pemilihan Rahasia dan Penghapusan Pemilihan Aklamasi
Pemilihan Paus dilakukan dengan suara rahasia. Metode pemilihan secara aklamasi atau kompromi dihapuskan, karena dianggap tidak mencerminkan proses yang sah dan adil.
3. Mayoritas Dua Pertiga untuk Pemilihan Sah
Sebelumnya, setelah 33 atau 34 pemungutan suara tanpa konsensus, pemilihan dapat dilanjutkan dengan mayoritas mutlak. Namun, perubahan yang dilakukan oleh Paus Benediktus XVI pada 2007 mengembalikan aturan tradisional yang mengharuskan mayoritas dua pertiga dari Kardinal Pemilih yang hadir untuk menyetujui Paus baru.
Proses Pemilihan Paus: Dari Misa Pro Eligendo Papa hingga Habemus Papam
Pemilihan Paus dimulai dengan Misa Pro Eligendo Papa yang diadakan di Basilika Santo Petrus, di mana Kardinal-Kardinal berkumpul dan memohon petunjuk Roh Kudus agar bisa memilih dengan bijaksana. Setelah itu, mereka akan masuk ke Kapel Sistina dan melakukan sumpah untuk menjaga kerahasiaan pemilihan.
Setiap hari pemungutan suara terdiri dari dua sesi, dengan total empat putaran suara per hari. Para Kardinal memilih secara pribadi dan hasil suara dibacakan setelah dihitung.
Jika tidak ada konsensus, asap hitam (fumata nera) akan mengepul sebagai tanda bahwa pemilihan belum selesai. Jika ada calon yang memperoleh mayoritas dua pertiga suara, asap putih (fumata bianca) akan mengepul, menandakan bahwa Paus baru telah terpilih.
Begitu asap putih terlihat, lonceng Basilika Santo Petrus berdentang, dan umat berkumpul di Lapangan Santo Petrus. Kardinal Protodiakon akan mengumumkan "Habemus Papam!" yang berarti "Kita memiliki seorang Paus!" Paus baru kemudian muncul di balkon Basilika Santo Petrus untuk memberikan Berkat Apostolik Urbi et Orbi. (AD)
Sumber: Vatican News
Posting Komentar