Di Tengah Reruntuhan Gaza, Pastor Ini Tetap Melayani Umat dan Anak-anak Muslim
Katolik Tekini - Di tengah puing-puing dan kehancuran yang terus berlangsung di Jalur Gaza, suara harapan dan damai datang dari seorang imam Katolik yang tetap bertahan di garis depan kemanusiaan.
Pastor Gabriel Romanelli, pastor dari satu-satunya paroki Katolik di Gaza, Paroki Keluarga Kudus, menyerukan dengan lantang kepada para pemimpin dunia: “Gaza telah menjadi sangkar, sangkar raksasa. Perdamaian harus segera ditegakkan.”
Dalam sebuah wawancara menyentuh bersama Vatican News, Romanelli menyampaikan kondisi terkini dari paroki yang kini menjadi tempat perlindungan darurat bagi sekitar 500 orang, termasuk umat Kristen Ortodoks, Protestan, Katolik, bahkan beberapa keluarga Muslim.
Di tempat yang dulunya digunakan untuk misa dan kegiatan rohani, kini terhampar kasur, selimut, dan makanan darurat bagi para pengungsi yang kehilangan segalanya.
Konflik Berkepanjangan yang Memporakporandakan Gaza
Perang di Gaza kembali pecah dengan hebat sejak 7 Oktober 2023, ketika kelompok militan Hamas meluncurkan serangan ke wilayah Israel. Dalam serangan tersebut, lebih dari 1.200 warga sipil Israel, pria, wanita, dan anak-anak, kehilangan nyawa, dan sebanyak 251 orang disandera.
Hingga hari ini, menurut laporan otoritas Israel, 59 dari para sandera tersebut masih dalam penahanan, dan 35 di antaranya diyakini telah meninggal dunia.
Sejak saat itu, Israel melancarkan serangan balasan yang intens ke wilayah Gaza. Ribuan warga sipil di Gaza telah menjadi korban, infrastruktur runtuh, dan krisis kemanusiaan mencapai titik kritis.
Paroki Katolik yang dikelola oleh Pastor Romanelli pun berubah fungsi, dari tempat ibadah menjadi benteng perlindungan bagi mereka yang tersisa.
Paroki Keluarga Kudus: Pelita di Tengah Kegelapan
Paroki Keluarga Kudus, yang terletak di wilayah Zeitoun, menjadi satu-satunya tempat bagi umat Katolik di Gaza untuk berkumpul, berdoa, dan menerima sakramen. Namun kini, tempat tersebut juga menjadi rumah sementara bagi ratusan pengungsi, sebagian besar umat Kristen dari berbagai denominasi, tetapi juga mencakup umat Muslim yang mencari tempat aman.
“Kami membantu semua orang, baik Kristen maupun non-Kristen,” ujar Pastor Romanelli. “Kami berusaha sungguh-sungguh menjadi alat perdamaian bagi semua.”
Pastor Gabriel Romanelli juga menyampaikan bahwa meskipun kondisi fisik dan mental para pengungsi masih stabil untuk saat ini, mereka mulai mengalami kekurangan bahan makanan, obat-obatan, dan kebutuhan pokok lainnya.
“Segala sesuatu mulai habis,” katanya. “Kami bertahan, tetapi bantuan dari luar sangat kami butuhkan.”
Panggilan dari Paus Fransiskus: Penghiburan di Tengah Duka
Sejak hari-hari awal perang, Paus Fransiskus secara pribadi telah menunjukkan kepeduliannya terhadap umat Katolik di Gaza. Mulai 9 Oktober 2023, hanya dua hari setelah pecahnya konflik, Paus secara rutin menghubungi Paroki Keluarga Kudus.
Bahkan dalam kondisi kesehatannya yang sempat kritis dan harus dirawat di rumah sakit, Paus tetap menyempatkan diri untuk menelepon dan menyapa umat di Gaza.
Dalam panggilan terbarunya, Paus bertanya langsung mengenai kondisi umat dan memberikan doa serta dukungan moral. Pastor Romanelli menyampaikan bahwa umat sangat terharu menerima panggilan itu.
“Orang-orang sangat bahagia mendengar bahwa Bapa Suci menelepon,” ungkapnya. “Paus menyapa kami, bertanya bagaimana keadaan kami, dan menyampaikan pesannya dengan penuh kasih.”
Lebih dari sekadar menyampaikan kondisi lapangan, Pastor Romanelli juga mengangkat suara bagi seluruh rakyat Gaza, dan juga bagi rakyat Israel. Ia menyampaikan bahwa perdamaian bukan hanya mungkin, tetapi mutlak diperlukan.
“Kita harus meyakinkan para pemimpin dunia bahwa perdamaian itu mungkin. Tidak ada satu pun masalah yang benar-benar dapat diselesaikan selama konflik bersenjata terus berlangsung,” katanya.
Ia menambahkan bahwa perdamaian yang dicapai harus mempertimbangkan kebutuhan dan harapan rakyat di kedua belah pihak, baik Palestina maupun Israel.
“Perang harus berakhir dengan kondisi yang benar-benar bermakna bagi rakyat — bagi rakyat Palestina dan rakyat Israel,” tegasnya.
Dukungan dari Patriarkat Latin Yerusalem
Dalam perjuangannya sehari-hari, Pastor Romanelli tidak berjalan sendirian. Ia mengucapkan terima kasih kepada Kardinal Pierbattista Pizzaballa, Patriark Latin Yerusalem, yang telah memberikan dukungan terus-menerus kepada paroki dan umat Katolik di Gaza.
“Bersama Kardinal Pizzaballa, kami terus berjuang, bukan hanya untuk bertahan hidup, tetapi untuk tetap menjadi saksi harapan dan kasih,” ujar Romanelli.
Dengan suara yang tenang namun penuh kepedihan, Romanelli menggambarkan Gaza sebagai tempat yang telah berubah total.
“Gaza adalah penjara. Ini telah menjadi sangkar, sangkar raksasa,” katanya.
Dengan blokade yang melumpuhkan, serangan udara yang tiada henti, dan akses bantuan yang semakin terbatas, warga Gaza kehilangan kebebasan, keamanan, dan masa depan. Di tengah situasi itu, suara Romanelli menjadi salah satu dari sedikit suara moral yang menyerukan penghentian kekerasan dan permulaan baru.
Harapan di Tengah Derita: Tugas Gereja Tak Pernah Berhenti
Meski dikepung oleh kekacauan, Paroki Keluarga Kudus tetap menjadi pelita yang menerangi jalan bagi banyak orang. Pastor Romanelli dan para relawan tidak hanya menyediakan tempat tinggal, tetapi juga memberikan kekuatan spiritual, penghiburan emosional, dan harapan akan hari esok yang lebih baik.
“Kami percaya bahwa tugas Gereja adalah tetap hadir, walau dalam gelap sekalipun. Kami di sini bukan untuk menghakimi, tetapi untuk menyembuhkan. Bukan untuk memperparah luka, tetapi untuk membalut dan menyertai mereka yang menderita,” tuturnya.
Seruan Pastor Gabriel Romanelli bukanlah sekadar permintaan bantuan logistik. Ia menyerukan nurani dunia. Ia mengingatkan bahwa di balik angka dan statistik, ada wajah-wajah manusia yang menderita. Anak-anak yang kehilangan orang tua. Ibu-ibu yang kelaparan. Umat beriman yang hanya ingin berdoa dalam damai.
Dengan suara yang jernih dan hati yang teguh, Pastor Romanelli menyerukan kepada dunia,
“Perdamaian itu mungkin. Tetapi dunia harus mau memperjuangkannya. Kita harus memilih kemanusiaan di atas kepentingan.” (AD)
Posting Komentar