Paus Leo XIV: Selamatkan Bumi Sebelum Terlambat
![]() |
| Sumber foto dari Vatican News |
Katolik Terkini - Paus Leo XIV menyampaikan seruan untuk memperkuat kerja sama dan tindakan nyata menghadapi krisis iklim, melalui sebuah pesan video yang ditujukan kepada para uskup dan kardinal dari kawasan Global Selatan yang sedang berpartisipasi dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB, COP30, di Brasil.
Dalam pesannya, seperti dilansir dari Vatican News, Paus menegaskan bahwa “belum terlambat untuk bertindak, jika kita memilih perbuatan ketimbang kata-kata.”
Fokus COP30 pada Global Selatan
COP30 yang digelar tahun ini memang secara khusus memberikan porsi besar bagi isu-isu Global Selatan, wilayah yang mencakup Asia, Afrika, Amerika Latin, dan Karibia.
Gereja Katolik, yang memiliki jangkauan luas di wilayah tersebut, turut mengadakan diskusi, pertemuan, dan simposium dengan kehadiran para kardinal dari berbagai benua tersebut.
Paus Leo XIV, melalui pesan videonya, menegaskan kedekatan dan keprihatinannya terhadap negara-negara di Global Selatan yang seringkali menjadi pihak paling terdampak atas perubahan iklim meskipun berkontribusi paling sedikit terhadap penyebabnya.
COP30 adalah Konferensi Para Pihak (Conference of the Parties) yang ke-30 dari Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC).
Pertemuan internasional ini mempertemukan hampir seluruh negara di dunia untuk merundingkan upaya kolektif menahan laju perubahan iklim, mengevaluasi komitmen pengurangan emisi gas rumah kaca, membahas pendanaan iklim, serta menyusun kebijakan global yang mendukung masa depan yang berkelanjutan.
COP diselenggarakan setiap tahun dan menjadi forum tertinggi dunia dalam diplomasi iklim. Tahun ini, COP30 digelar di Brasil, dengan fokus besar pada kawasan Amazon, salah satu pusat keanekaragaman hayati terbesar yang sekaligus menjadi benteng penting dalam menjaga keseimbangan iklim dunia.
Amazon adalah Simbol Ciptaan yang Meminta Pertolongan
Pada 17 November, memasuki akhir pekan kedua COP30, Paus Leo menyampaikan pesannya dari Vatikan namun menegaskan bahwa secara moral ia “hadir di Amazon.” Ia memuji para kardinal yang berada langsung dalam konferensi tersebut sebagai “suara profetik” yang menyampaikan kepada dunia bahwa kawasan Amazon tetap menjadi simbol hidup dari ciptaan yang kini berada dalam kondisi genting.
Ia menekankan bahwa kerusakan hutan Amazon bukan hanya masalah lokal, tetapi persoalan seluruh umat manusia. “Amazon tetap menjadi simbol ciptaan yang mendesak membutuhkan perhatian,” ujarnya.
Harapan, Tindakan, dan Seruan untuk Meninggalkan Keputusasaan
Dalam pesannya kepada para uskup yang berkumpul di Museu das Amazônias, Paus Leo XIV menyampaikan apresiasi atas komitmen Gereja di berbagai belahan dunia yang memilih harapan dan aksi ketimbang keputusasaan.
“Anda memilih harapan dan tindakan, bukan putus asa. Anda sedang membangun komunitas global yang mau bekerja bersama,” kata Paus.
Namun demikian, ia menilai bahwa kemajuan yang ada saat ini masih jauh dari cukup. “Harapan dan tekad harus terus diperbarui, bukan hanya dalam kata, tetapi dalam tindakan nyata,” tegasnya.
Krisis Iklim: Seruan Keras dari Realitas Lapangan
Paus Leo menggambarkan bahwa alam kini “berteriak” dalam bentuk banjir, kekeringan, badai, dan gelombang panas ekstrem. Ia menyoroti fakta bahwa satu dari tiga penduduk dunia hidup dalam kondisi rentan akibat perubahan iklim.
“Bagi mereka, perubahan iklim bukan ancaman yang jauh. Mengabaikan mereka berarti menolak kemanusiaan kita sendiri,” ungkapnya.
Meski demikian, Paus mengingatkan bahwa dunia masih memiliki peluang untuk menahan kenaikan suhu global di bawah 1,5°C, sebuah target penting dalam upaya menahan dampak terburuk perubahan iklim. Namun ia menegaskan bahwa “jendela kesempatan itu semakin menyempit.”
Perjanjian Paris: Alat Terkuat yang Kita Miliki tetapi Kurang Dimanfaatkan
Dalam bagian lain pesannya, Paus menekankan bahwa Perjanjian Paris telah membawa kemajuan nyata dan menyebut dokumen internasional itu sebagai “alat terkuat untuk melindungi manusia dan planet.”
Namun ia secara jujur menyatakan bahwa kegagalan saat ini berasal bukan dari perjanjiannya, melainkan dari kurangnya komitmen para pemimpin dunia.
“Yang gagal bukan Perjanjian Paris. Kitalah yang gagal menanggapinya. Yang gagal adalah kemauan politik sebagian pihak,” kata Paus.
Ia menegaskan bahwa kepemimpinan sejati berarti pelayanan, dan dukungan nyata dalam skala besar dibutuhkan untuk menciptakan perbedaan. “Aksi iklim yang kuat akan menghasilkan ekonomi yang lebih kuat dan lebih adil,” ujarnya.
Penjaga Ciptaan, Bukan Pesaing atas Kekayaan Alam
Menjelang akhir pesannya, Paus Leo XIV kembali menegaskan bahwa umat manusia dipanggil untuk menjadi penjaga ciptaan, bukan pesaing dalam merampas kekayaannya.
Paus mengingatkan tentang kerja keras para ilmuwan, aktivis, pemimpin adat, dan para pemuka agama di berbagai negara yang terus berjuang demi kelestarian bumi.
“Kita berjalan bersama mereka. Kita adalah para penjaga ciptaan, bukan perampas hasilnya,” katanya.
Dalam seruan terakhirnya, Paus meminta agar seluruh peserta COP30 mengirimkan sinyal global yang jelas: sinyal solidaritas tanpa ragu terhadap Perjanjian Paris dan kerja sama iklim internasional.
“Biarlah museum ini dikenang sebagai tempat di mana umat manusia memilih kerja sama ketimbang perpecahan dan penyangkalan,” tuturnya.
Simbol Perdamaian: Jaring Ikan dari Komunitas Adat
Sebagai penutup acara, para kardinal dari Global Selatan menyerahkan sebuah jaring ikan sebagai simbol persatuan. Jaring tersebut merupakan replika dari jaring yang pernah diberikan kepada Paus Fransiskus pada Sinode Pan-Amazon 2019.
Jaring itu dianyam oleh komunitas adat Amazon sebagai lambang persatuan, perdamaian, dan kerja bersama.
Gestur tersebut sekaligus menjadi pengingat bahwa komunitas adat, yang selama berabad-abad hidup selaras dengan alam, adalah pihak yang kini berada di garis depan dalam menghadapi dampak perubahan iklim.(AD)

Posting Komentar