Di Hadapan Erdogan, Paus Leo XIV Ajak Dunia Lawan Perpecahan dan Kekerasan
![]() |
| Sumber foto dari Catholic News Agency (CNA) |
Katolik Terkini - Paus Leo XIV memulai perjalanan internasional pertamanya pada Kamis (27/11) dengan seruan luas untuk persatuan, dialog, dan penolakan terhadap perpecahan serta kekerasan global. Kunjungan ini menjadi momentum penting bagi Vatikan dan negara-negara yang ia kunjungi, termasuk Turki dan Lebanon.
Seperti diansir dari Catholic News Agency (CNA), Dalam sambutannya di ibu kota Turki, Ankara, saat disambut secara resmi oleh Presiden Recep Tayyip Erdogan, Paus Leo menyatakan harapannya agar Turki menjadi “sumber stabilitas dan rapprochement antarbangsa” serta mendukung terciptanya “perdamaian yang adil dan abadi.”
Paus menegaskan pentingnya persaudaraan yang menghargai perbedaan, mengingatkan bahwa Turki memiliki hubungan historis yang erat dengan asal-usul Kekristenan.
Perjalanan enam hari ini akan membawa paus juga ke Lebanon. Paus menyebut bahwa masyarakat di kawasan itu dapat mengingatkan dunia bahwa perdamaian, martabat manusia, dan persaudaraan “adalah satu-satunya dasar yang pasti untuk masa depan bersama kita.”
Simbol Politik dan Sejarah Turki
Paus Leo berbicara di Istana Kepresidenan yang megah, simbol otoritas politik Turki modern sejak peresmiannya oleh Erdogan pada 2014. Meski pernah menjadi sasaran bom saat upaya kudeta gagal pada 2016, istana ini tetap menjadi pusat keputusan politik dan diplomasi Turki.
Sebelum bertemu Presiden Erdogan, paus juga memberikan penghormatan di makam Mustafa Kemal Ataturk, pendiri dan presiden pertama Republik Turki.
Dalam sambutannya, Presiden Erdogan memuji keterbukaan budaya dan harmoni antaragama di Turki, serta komitmen negara terhadap perdamaian dan bantuan kemanusiaan, termasuk penerimaan pengungsi dari perang sipil Suriah.
Penolakan terhadap Mentalitas “Kuat adalah Benar”
Dalam pidatonya, Paus Leo menekankan perlunya menolak mentalitas “might is right” atau “kuat adalah benar.” Paus mendorong terciptanya “budaya pertemuan” untuk melawan apa yang disebutnya sebagai “globalisasi ketidakpedulian.”
Keadilan dan belas kasih, menurut paus, harus menjadi pedoman dalam kehidupan politik dan sosial. Ia juga memperingatkan risiko kecerdasan buatan yang dapat memperkuat ketidaksetaraan karena “hanya mereproduksi preferensi kita sendiri,” sekaligus menyerukan kerja sama global untuk “memperbaiki kerusakan yang sudah terjadi pada persatuan keluarga manusia kita.”
Persatuan dan Pluralitas
Paus Leo mengingatkan bahwa masa depan umat manusia dipertaruhkan jika dunia menyerah pada konflik. Ia menekankan pluralitas sebagai kunci vitalitas sosial Turki dan memperingatkan bahwa uniformitas dapat menyebabkan kemiskinan sosial.
Mengambil simbol jembatan yang membentang di Selat Dardanella, paus menegaskan bahwa jembatan itu bukan hanya penghubung Asia dan Eropa, tetapi juga lambang persatuan dan keterhubungan Turki dengan dirinya sendiri.
Paus juga mengenang Santo Yohanes XXIII, “Paus Turki,” yang selama hampir satu dekade menjadi diplomat Vatikan di Turki dan memastikan umat Katolik tidak terpinggirkan pada dekade awal republik.
Paus Leo menolak isolasionisme sebagai “logika palsu,” menyoroti peran perempuan dalam masyarakat, dan menekankan pentingnya keluarga sebagai inti dari eksistensi manusia.
Momentum Ekumenis
Kunjungan ini bertepatan dengan peringatan 1700 tahun Konsili Nicea, yang menjadi dorongan utama kunjungan paus. Acara ini akan mencakup pertemuan ekumenis dan ibadah bersama pemimpin Gereja Ortodoks Timur, menekankan pentingnya dialog dan pertemuan yang berkelanjutan.
Turki telah berperan dalam sejumlah konflik regional beberapa tahun terakhir, termasuk perang Suriah dan dukungan terhadap Azerbaijan dalam konflik dengan Armenia.
Ankara juga aktif dalam upaya diplomatik, menjadi mediator antara Rusia dan Ukraina, serta berperan dalam diskusi gencatan senjata yang melibatkan Hamas.
Paus Leo dijadwalkan melanjutkan perjalanannya ke Istanbul setelah pidato ini, dan tidak memiliki agenda publik lain pada hari Kamis.(AD)

Posting Komentar