Dari Janda Menjadi Beata: Kisah Iman dan Keberanian Bunda Elisva Vakha’i Pejuang Hak Perempuan
Katolik Terkini - Paus Leo XIV menyoroti keteladanan Bunda Elisva Vakha’i, biarawati asal India abad ke-19 yang baru saja dibeatifikasi, sebagai sosok yang berani memperjuangkan martabat dan kebebasan perempuan miskin di zamannya.
Dalam audiensi umum di Vatikan pada 12 November, Paus menyebut kesaksian hidup Bunda Vakha’i sebagai “sumber inspirasi bagi semua orang yang berkarya di Gereja maupun di masyarakat demi martabat perempuan.”
Beatifikasi Bunda Elisva Vakha’i digelar pada 8 November di lapangan depan Basilika-Gua Bunda Maria Penebus di Vallarpadam, Kochi, negara bagian Kerala, India. Perayaan kudus tersebut dipimpin oleh Kardinal Sebastian Francis, Uskup Penang, Malaysia, dan dihadiri ribuan umat bersama para biarawan serta biarawati dari berbagai penjuru India.
Kardinal Francis dalam homilinya menyebut Bunda Elisva sebagai “suar harapan bagi semua perempuan hidup bakti, bagi para ibu, dan bagi mereka yang menderita dalam diam namun tetap memilih untuk mengasihi.”
Ibu, Janda, dan Panggilan Ilahi
Sebelum menjadi biarawati, Elisva Vakha’i hidup sebagai seorang ibu dan istri. Setelah suaminya meninggal, ia menanggapi panggilan Tuhan dengan mengikrarkan kaul hidup bakti. Pengalaman menjadi janda membentuk kepekaannya terhadap penderitaan dan kebutuhan kaum perempuan miskin di tengah struktur sosial dan budaya yang kaku.
Vakha’i menyadari pentingnya pendidikan bagi perempuan. Pada pertengahan abad ke-19, ia mendirikan panti asuhan dan sekolah dasar bagi anak-anak perempuan miskin dan tersisih. Baginya, pendidikan adalah jalan menuju kebebasan, pengakuan martabat, serta keterlibatan aktif perempuan dalam kehidupan sosial dan Gereja.
Karya kerasulan ini menjadi bentuk nyata dari imannya yang mendalam: pelayanan kepada sesama sebagai wujud kasih Kristus yang membebaskan.
Pelopor Hidup Bakti Perempuan di India
Sebagai pendiri Ordo Ketiga Karmelit Tak Berkasut Teresia, Bunda Vakha’i membuka jalan baru bagi perempuan di Kerala untuk menjalani hidup religius dalam ritus Latin maupun Siro-Malabar. Ia menggabungkan semangat kontemplatif khas Karmel dengan karya nyata di bidang pendidikan dan pelayanan sosial.
Teladannya menginspirasi keluarganya sendiri. Adiknya, Thresia, serta putrinya, Anna, bergabung bersamanya mendirikan biara Karmelit Tak Berkasut pertama di Kerala pada tahun 1866, di bawah bimbingan para misionaris Karmelit asal Italia.
Kardinal Francis menilai, kehidupan komunitas yang mereka bangun telah mencerminkan semangat sinodalitas yang kini menjadi fokus Gereja universal: berjalan bersama dalam iman, mendengarkan, dan saling meneguhkan dalam pelayanan.
Visi Inklusif dan Semangat Sinodalitas
Dalam homilinya, Kardinal Francis menekankan bahwa Bunda Vakha’i memiliki “visi inklusif yang melampaui zamannya” dan merupakan “wujud nyata sinodalitas dalam tindakan: berjalan bersama dalam persekutuan.”
Ia menambahkan, “Sang beata baru menunjukkan jalan bagi Gereja dalam perjalanan sinodal — mendengarkan, membedakan, dan berjalan bersama.”
Dasar dari iman Bunda Vakha’i yang teguh, lanjut sang kardinal, terletak pada spiritualitas dan visinya yang berakar pada identitasnya sebagai murid Yesus Kristus. Melalui baptisan, ia hidup sebagai saksi sejati semangat sinodalitas: bersatu dalam perbedaan dan bertekun dalam pelayanan kasih.
Teladan Bagi Gereja dan Dunia
Dengan pengakuan resmi atas kesuciannya, Gereja kini menampilkan Bunda Elisva Vakha’i sebagai teladan hidup Injili yang nyata dalam pelayanan kepada kaum miskin, perjuangan bagi pemberdayaan perempuan, serta pembentukan komunitas yang bersaudara dan penuh kasih.
Paus Leo XIV berharap, semangat Bunda Elisva Vakha’i terus menginspirasi umat beriman di seluruh dunia, khususnya mereka yang berjuang di bidang pendidikan, pelayanan sosial, dan pembelaan martabat manusia, untuk menyalakan terang iman di tengah dunia yang haus akan harapan.(AD)

Posting Komentar