Uskup Labuan Bajo Berikan Bantuan untuk Korban Kekerasan Anak dan Perempuan
Katolik Terkini - Kepedulian terhadap perempuan dan anak korban kekerasan kembali mendapat perhatian khusus dari Gereja Katolik Keuskupan Labuan Bajo.
Uskup Labuan Bajo, Mgr. Maksimus Regus, secara langsung mengunjungi Rumah Perlindungan Anak dan Perempuan JPIC SSpS pada Sabtu (31/05/2025).
Dalam kunjungan tersebut, Uskup Maksimus juga memberikan bantuan berupa uang tunai, sembako, dan kebutuhan rumah tangga bagi para penghuni rumah perlindungan.
Kunjungan pastoral ini menjadi momen penuh kehangatan, empati, dan dukungan moral. Uskup didampingi oleh dua imam Keuskupan, yaitu Romo Martinus William, Pr, yang menjabat sebagai Ekonom Keuskupan, dan Romo Martinus Tolen Tino, Pr.
Fungsi Rumah Perlindungan: Memberi Rasa Aman dan Pemulihan
Rumah perlindungan ini berfungsi sebagai tempat tinggal sementara yang aman dan rahasia bagi perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan, baik dalam bentuk kekerasan fisik, seksual, maupun psikologis.
Tempat ini dikelola oleh para suster dari Kongregasi Servae Spiritus Sancti (SSpS) dan mengikuti standar perlindungan sesuai ketentuan yang berlaku.
Dalam sambutannya, suster Frederika Tanggu Hana, SSpS, atau yang akrab disapa Suster Rita, menjelaskan pentingnya rumah aman ini sebagai tempat pemulihan.
“Rumah ini diperuntukkan bagi perempuan dan anak korban kekerasan untuk memberikan rasa aman dan nyaman, sekaligus menjadi ruang pemulihan mental dan spiritual,” ujar Suster Rita.
Ia juga menegaskan bahwa anak-anak adalah generasi penerus bangsa yang perlu dijaga dan diberdayakan. Sayangnya, banyak dari mereka justru menjadi korban kekerasan, bahkan di lingkungan keluarga sendiri.
Kekerasan terhadap Anak: Masih Jadi Masalah Serius
Suster Rita memaparkan bahwa bentuk kekerasan terhadap anak sangat beragam, mulai dari kekerasan fisik, psikologis, hingga eksploitasi seksual. Ia mengutip data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang menunjukkan bahwa kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia meningkat setiap tahun.
“Kekerasan ini sering terjadi di lingkungan terdekat anak, seperti dalam keluarga sendiri. Anak-anak membutuhkan dukungan penuh untuk bisa pulih dari trauma yang mereka alami,” tegasnya.
Menurutnya, para suster tidak hanya memberikan tempat aman secara fisik, tetapi juga kehadiran yang penuh kasih, menjadi teman sekaligus keluarga bagi para korban.
“Kami selalu bilang kepada mereka, ini bukan rumahnya suster, tapi rumahnya ibu-ibu dan anak-anak. Kami hanya memberi diri untuk tinggal dan hidup bersama mereka,” tambahnya.
Tantangan dan Harapan: Hidup Bersama Para Korban
Suster Rita juga membagikan berbagai tantangan yang dihadapi dalam mendampingi para korban. Ia mengaku banyak korban datang dalam keadaan trauma berat, stres, hingga kecemasan akut.
“Kadang kami shock sendiri. Tapi kami tidak pernah mengalami penolakan dari mereka yang datang. Justru di saat genting, kehadiran kami menjadi penguat,” tuturnya.
Ia menyebut bahwa hidup bersama para korban membuat para suster keluar dari zona nyaman dan merasakan langsung pergumulan mereka. Namun di tengah situasi itu, mereka justru menemukan semangat gotong royong dan kebahagiaan.
“Kami bersyukur, mereka hidup saling membantu dan saling mendukung di rumah ini. Mereka saling menguatkan seperti keluarga sendiri,” ujar Suster Rita.
Peran Lembaga Pendidikan dalam Perlindungan Anak
Suster Rita juga mengapresiasi peran sekolah-sekolah Katolik di Labuan Bajo seperti SMKS Stella Maris, SMPK St. Ignatius Loyola, serta SD dan SMP Yosefa, yang turut melindungi anak-anak yang tinggal di rumah perlindungan.
“Kami ingin anak-anak tetap mendapatkan pendidikan yang layak, tanpa melihat latar belakang agama. Semua anak kami perlakukan setara,” jelasnya.
Setiap tahun, rumah perlindungan ini juga mengadakan rekoleksi, sebagai bagian dari proses pemulihan batin dan spiritual bagi para penghuni.
Uskup Maksimus: "Rumah Ini Milik Mereka"
Dalam sambutannya, Uskup Maksimus Regus menyampaikan apresiasinya kepada para suster dan seluruh komunitas yang telah bekerja tanpa lelah dalam mendampingi para korban.
“Kami dari Keuskupan mengucapkan terima kasih kepada para suster yang telah melakukan sesuatu yang mungkin tidak bisa kami lakukan langsung. Terima kasih karena sudah menjadi perpanjangan tangan Gereja,” ungkapnya.
Ia juga mengenang bahwa dirinya pernah menginap di rumah perlindungan tersebut, sebagai bentuk solidaritas dan kepedulian.
“Saya ingin anak-anak dan ibu-ibu merasa rumah ini benar-benar milik mereka. Bukan sekadar tempat singgah, tapi rumah yang memberi kenyamanan dan cinta,” tambah Uskup Maksimus.
Komitmen Keuskupan untuk Perlindungan Anak dan Perempuan
Uskup Maksimus juga menegaskan bahwa Keuskupan Labuan Bajo akan terus mendukung keberadaan rumah perlindungan ini, termasuk menjamin pendampingan dari sekolah-sekolah di bawah Yayasan Sukma Mabar (YasukMabar).
“Yang penting ada komunikasi antar kita, supaya anak-anak bisa terus mendapatkan pendampingan dan bantuan yang mereka perlukan,” ujarnya.
Ia berharap rumah ini dapat menjadi berkat bagi semua yang datang, serta menjadi simbol harapan dan kasih dari Gereja kepada umat.
“Kita percaya Tuhan yang sama mencintai kita semua. Maka mari kita terus berjalan bersama, saling mendukung, saling menguatkan, dan saling menghibur di tengah perjalanan hidup kita masing-masing,” tutup Uskup Maksi.
Bantuan dan Donasi: Wujud Kepedulian Nyata
Dalam kunjungan tersebut, Uskup Maksimus Regus menyerahkan bantuan kepada Rumah Perlindungan Anak dan Perempuan JPIC SSpS, berupa Uang tunai, Paket sembako, Kebutuhan rumah tangga lainnya.
Bantuan ini menjadi simbol dukungan nyata Gereja Katolik terhadap perempuan dan anak-anak korban kekerasan, sekaligus mengajak seluruh masyarakat untuk lebih peduli terhadap isu kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan terhadap anak. (AD)
Oleh : Komsos Keuskupan Labuan Bajo
Posting Komentar